PERS MEMBONGKAR KORUPSI


 

Korupsi merupakan kejahatan luar biasa terhadap kemanusiaan. Wajar bagi pers bila korupsi memiliki nilai (news value) tinggi karena berkeluarbiasaannya (magnitude). Sorotan pers yang sangat masif atas berbagai tindak korupsi – setidaknya dalam satu dekade terakhir – menjadikan media sebagai “etalase pemberitaan korupsi.” Lantas, mampukah pers nasional membongkar berbagai tindak korupsi sekaligus memberantasnya?

 

***

 

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari menengok sejenak bagaimana dan dimana peran, fungsi dan posisi pers dalam menyikapi kasus korupsi.

Secara normatif, seperti diamanatkan oleh Undang-undang No.40 tahun 1999, maka pers nasional memiliki asas, fungsi dan peranan yang sangat jelas dalam menyikapi posisinya melawan praktik korupsi. Pasal 2, menegaskan asas kemerdekaan pers sebagai salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Pasal 3 menyatakan fungsi pers nasional sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.

Sedangkan pasal 6 menegaskan peranan yang diemban pers nasional dalam peme-nuhan hak masyarakat untuk mengetahui, mewujudkan supremasi hukum dan HAM, me-ngembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar. Selain itu, pers berperan melakukan pengawasan kritik, koreksi dan saran yang terkait dengan kepentingan umum, serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Peran dan Fungsi Normatif

Meski pun tidak ditulis secara eksplisit, namun Undang-undang Pers telah mengamanatkan insan pers nasional mengemban peran, fungsi, dan tugas mulia dalam kaitannya dengan upaya menangkal dan memberantas korupsi di negeri ini. Fungsi pers nasional bukan sebatas membangun awareness masyarakat tentang bahaya korupsi, namun harus dibekali perlindungan hukum yang memadai dalam tugas jurnalistiknya membongkar berbagai tindak kejahatan korupsi.

Terkait dengan upaya pers dalam menggali, mengolah dan menyampaikan berbagai informasi tentang korupsi, syarat mutlaknya adalah adanya kemerdekaan pers. Maknanya, pers harus terbebas dari setiap upaya penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiar-an berita tentang korupsi kepada masyarakat. Inilah prasyarat utama yang harus dimiliki pers dalam mengusut dan membongkar berbagai kecurangan yang dilakukan para koruptor sebagai public enemy.

Fungsi lain yang dituntut dari pers, sejak dini harus mengedukasi masyarakat membangun integritas masyarakat. Membangun karakter jujur menjadi salah satu benteng yang diharapkan mampu menangkal tumbuh kembangnya budaya koruptif. Mengutip kembali pernyataan Natalia Soebagjo, Sekjen Transparasi Internasional Indonesia, korupsi itu seperti penyakit menular yang tidak ada obatnya, tapi kita yakin ada obatnya, yaitu  dengan berani jujur.

Membangun integritas jelas bukan pekerjaan yang mudah, namun mengabaikannya sama artinya dengan menjerumuskan bangsa ke lembah kehancuran. Dengan tumpukan kasus korupsi yang kian menggunung, saat ini Corruption Perception Index (CPI) Indonesia makin terpuruk. Dengan skor CPI sebesar 32, menempatkan Indonesia di posisi 118 dari 176 negara, dan terbawah di kawasan ASEAN. Bila tidak ada tindakan extraordinary terhadap berbagai praktik korupsi, negeri ini akan terperosok menjadi salah satu negara gagal seperti halnya Somalia!

Pers juga dituntut senantiasa mampu memperjuangkan keadilan bagi pihak-pihak yang ditindas dan dirugikan oleh berbagai praktik koruptif. Pada saat bersamaan pers ber-peran menegakkan (kembali) kebenaran yang telah dimanipulasi dan dinjak-injak oleh para koruptor.

Tidak kalah pentingnya pers mesti bertindak sebagai watchdog, dengan fungsi kontrol sosialnya. Maknanya, pers harus punya nyali yang besar melawan korupsi. Sebagai institusi sosial berjuluk Pilar Keempat, pers harus punya sistem peringatan dini (early warning system) terhadap berbagai kasus korupsi. Sehingga pada gilirannya mampu menciptakan mekanisme preventif atas praktik korupsi.

Penguatan Pers Nasional

Meski telah dibekali dengan instrumen hukum yang kuat, namun tugas yang diem-ban oleh pers nasional saat ini dalam memberantas korupsi kian berat. Mengingat saat korupsi bukan hanya “penyakit sosial” sekaligus musuh masyarakat negeri ini, melainkan telah menjadi musuh bersama masyarakat dunia. Gerakan anti korupsi kini menjadi aksi global. Genderang perangnya telah ditabuh oleh insan pers dunia usai disepakatinya peran media dalam melawan korupsi dalam konferensi yang diprakarsai Transparancy Inter-national di Opatija, Kroasia, tahun 2001 silam.

Terdapat tujuh butir kesepakatan yang menjadi agenda bersama insan pers. Berikut beberapa butir penting yang dapat dipetik manfaatnya oleh pers nasional. Diantaranya pers harus secara kontinyu mengingatkan publik tentang bahaya korupsi, mengingat korupsi telah melemahkan standar moral masyarakat, membahayakan demokrasi, menghambat hak-hak masyarakat dan pembangunan. Peran media informatif, juga berperan aktif dalam pendidikan publik mendukung pemberantasan korupsi.

Dalam mewujudkan kemerdekaan pers diperlukan dukungan politik, yang ditandai oleh transparansi dan akuntabilitas para pejabat publik dan penyelenggara Negara. Selain itu, pemerintah harus bertanggung jawab dan terbuka terhadap pers dan publik dalam pembuatan kebijakan menjadi modal sebuah pemerintahan yang demokratis. Tidak kalah pentingnya pers harus membangun sinergi dan mendukung berbagai LSM maupun lembaga publik yang konsisten memerangi korupsi.

Hal penting lainnya, dukungan penuh bagi pers untuk memperoleh akses informasi baik secara kelembagaan maupun hukum. Pers berhak mendapatkan informasi secara resmi, bertanggung jawab, benar, lengkap dan dapat dicek kebenarannya, ini terkait dengan peranan pers dalam mengritisi kebijakan publik.

Menjaga “Aset” Nasional

Pers nasional merupakan institusi sosial yang juga aset nasional yang harus dijaga kelangsungan hidupnya, terlebih dengan potensinya dalam melawan dan memberantas korupsi. Banyak cara yang dapat ditempuh untuk menjaga dan mengayomi pers nasional, agar memiliki nyali dan energi lebih besar menghadapi konspirasi koruptor. Salah satunya mendapat dukungan dari pemerintah dengan bentuk political will memerangi korupsi, juga dorongan moral dari masyarakat sipil yang makin anti korupsi.

Pers nasional pun harus diberikan kesempatan mengembangkan diri secara institusional, sehingga mampu mengembangkan sisi idealisme sekaligus bisnis dan pada akhirnya mampu menghidupi dirinya secara bermartabat. Memberi ruang hidup bagi pers dengan memberi akses informasi, juga mendorong kesejahteraan bagi insan pers nasional.

Sejujurnya, tantangan pers nasional ke depan akan makin berat, khususnya beban finansial. Membiarkan pers nasional kian terpuruk dalam ketidakberdayaan, sama artinya melemahkannya dalam upaya melawan korupsi. Bahkan, alih-alih memberdayakan pers nasional sebagai salah satu elemen penting dalam memerangi korupsi, pers yang lemah justru akan memiliki banyak dalih untuk makin permisif terhadap berbagai praktik korupsi. Bila dibiarkan, tunggu saatnya pers nasional akan tergilas oleh “zaman edan” menjadi bagian dari sistem yang koruptif.


Leave a Reply